Media Netizen - Umat manusia berada di tengah-tengah persiapan untuk era misi eksplorasi luar angkasa berikutnya yang akan melibatkan tinggal lama di permukaan Bulan dan perjalanan berawak ke permukaan Mars.
Namun salah satu yang jadi pertanyaan, bagaimana para penjelajah itu makan dan makanan seperti apa yang akan dikonsumsi, mengingat durasi misi luar angkasa yang panjang, bahkan bisa sampai bertahun-tahun.
Ilmuwan dan koki pun bekerja sama untuk merevolusi teknologi makanan untuk menentukan apa yang akan dimakan astronot dalam misi luar angkasa yang akan membawa mereka jauh dari Bumi.
Studi makanan untuk misi luar angkasa
Dikutip dari Space, Kamis (29/6/2023) bersama-sama dengan Humanity in Deep Space, koki Universitas Kentucky Bob Perry memasak resep makanan dan nutrisi untuk misi luar angkasa yang panjang.
Untuk melakukan itu, tim melakukan studi untuk mempertimbangkan persepsi rasa manusia dan bagaimana otak menggunakan data sensorik untuk mengalami dan mengingat makanan.
Studi yang disebut gastronomi neurologis atau neurogastronomi, memungkinkan faktor manusia dipertimbangkan, ketika memikirkan kesehatan dan nutrisi untuk makanan para astronot selama menjalankan misi ke luar angkasa.
Neurogastornomi sendiri meneliti hubungan antara manusia, makanan yang mereka makan dan dari mana makanan itu berasal, dan ini bisa diterapkan pada kepraktisan makan di luar angkasa.
"Salah satu kekhawatiran utama adalah dampak psikologi pada astronot selama misi luar angkasa jangka panjang. Melalui penelitian rintisan dan eksperimen penerbangan, neurogastronomi mengeksplorasi berbagai bidang yang menarik," ungkap Perry.
Anggota pendiri Humanity and Deep Space Kris Kimel mengatakan bahwa perjalanan ke Mars dari Bumi akan memakan waktu sekitar tujuh bulan sekali jalan, dengan astronot diperkirakan menghabiskan sekitar satu tahun di permukaan Mars untuk menyelidiki Planet Merah.
Itu berarti penjelajah Mars dapat menghabiskan waktu antara dua dan tiga tahun jauh dari kenyamanan rumah di Bumi.
"Memahami hubungan antara otak, usus, dan efek penerbangan luar angkasa jangka panjang sangat penting. Menanam makanan selama perjalanan menjadi kebutuhan," terang Kimel.
Aspek penting lain dari penelitian makanan astronot adalah memahami bagaimana lingkungan gayaberat mikro di luar angkasa memengaruhi proses pencernaan dan komunitas mikroorganisme yang hidup di perut.
Gayaberat mikro juga memengaruhi indera perasa dan penciuman para astronot.
Memeriksa kesehatan usus melalui neurogastronomi dapat membantu mengembangkan pola makan yang dirancang khusus untuk astronot yang mengoptimalkan jumlah nutrisi yang mereka serap saat berada di luar angkasa.
Termasuk juga membantu merumuskan makanan dengan lebih baik yang memastikan kru tidak kehilangan kenikmatan makanan saat berada jauh dari Bumi.
Mengembangkan makanan luar angkasa
Anggota kru Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) telah bereksperimen menanam selada dan tanaman lainnya.
Namun tantangannya adalah meningkatkan produksi untuk menopang seluruh kru selama tinggal di luar angkasa lebih dari beberapa bulan.
Mengeksplorasi pendekatan pengawetan dan fermentasi baru pun tidak hanya dapat memastikan persediaan makanan bertahan selama misi luar angkasa yang panjang, tetapi juga dapat berarti bahwa ada variasi dalam pola makan para astronot.
Keanekaragaman rasa dan tekstur makanan ini bisa menjadi penting bagi kesehatan psikologis astronot dalam mengatasi apa yang disebut "kelelahan menu".
"Isolasi dan pengurungan yang dialami di luar angkasa dapat sangat memengaruhi psikologi manusia sehingga astronot juga harus terhubung melalui makanan bahkan dalam keadaan yang paling luar biasa ini," papar Perry.
Meski studi fokus pada luar angkasa, tetapi apa yang dilakukan ilmuwan ini juga dapat diterapkan di Bumi.
Sumber...Kompas.com