Potensi Tersembunyi Lahan Basah Karst

 


PERNAHKAH Anda mengunjungi gua alami? Setelah masuk celah gua, jalan biasanya akan menurun, suhu mendingin, cahaya semakin menghilang lalu gelap gulita.


Dengan bantuan penerangan tambahan, kita dapat melihat pemandangan khas seperti stalaktit, stalakmit, mutiara gua, dan ornamen gua lainnya. Di beberapa titik, air terus-menerus menetes dan membentuk genangan, bahkan sungai.


Jika beruntung, hewan-hewan transparan bisa kita temui seperti ikan, udang, dan serangga. Semua itu adalah lahan basah yang unik, yang baru tampak jika kita masuk ke dalam perut bumi, dan dikenal sebagai karst.


Masyarakat awam mengenali lahan basah secara mudah melalui penampakan kasat mata. Misalnya jika kita berkunjung ke hutan bakau (mangrove), lahan gambut, sawah, atau rawa, maka terlihat nyata bahwa hamparan tanah yang ada tergenang atau terendam air.


Berbeda dengan lahan basah karst yang tidak tampak di permukaan tanah.


Lahan basah karst terbentuk secara alami oleh proses karstifikasi. Secara sederhana, air melarutkan batuan sehingga terbentuk bentang alam khusus seperti kumpulan bukit, danau, ornamen gua, serta sungai bawah tanah.


Karakter alam tersebut sebagian besar dikenali publik sebagai objek wisata, seperti pantai Baron, sungai Bribin, Gua Pindul, Gua Gong, Ramang-ramang Maros dan Raja Ampat.


Dari contoh ini jelas bahwa ciri karst terbentuk dan bisa ditemui baik di permukaan tanah, maupun di bawah tanah.


Akan tetapi, di ranah global lahan basah karst diakui hanya untuk karst bawah tanah dan sistem hidrologi gua melalui Conference of Parties (COP) ke-6 Konvensi Ramsar tahun 1996 di Brisbane, Australia.


Secara legal, keikutsertaan Indonesia disahkan melalui Keppres No. 48/1991 dengan situs Ramsar pertama, yakni Taman Nasional Berbak, Jambi sebagai habitat burung air.


Meskipun penekanan konvensi Ramsar adalah melindungi flora dan fauna melalui pelestarian lahan basah, tetapi dengan melindungi karst juga bermakna dalam pengendalian dampak perubahan iklim.


Jika sulit membayangkannya, mari kita kembali ke penggambaran gua di awal tadi. Dengan memperhatikan sekitaran gua, kita biasanya menemukan pepohonan, tanaman semak, bahkan hutan kecil.


Tumbuhan diketahui sebagai penyimpan karbon yang efektif melalui proses fotosintesis yang membutuhkan CO2 sebagai bahan baku. Selain di pohon hidup, cadangan karbon juga tersimpan pada seresah (sampah hutan berupa guguran daun dan ranting) serta tanah.


Selain di vegetasi, stok karbon juga ditemukan pada air bawah tanah dalam bentuk kimia (HCO3, Ca, dan Mg) dan batuan karbonat (gamping/kapur). Batuan karbonat diketahui sebagai penyimpan karbon anorganik terbesar di bumi.


Kondisi ini hanya ditemukan di karst. Dari sini bisa disimpulkan bahwa ekosistem karst (eksokarst dan endokarst) adalah penyimpan karbon yang efektif.


Lanskap lahan basah karst perlu dilihat secara utuh, baik di permukaan maupun di bawah tanah. Terganggunya salah satu elemen akan berdampak pada terganggunya proses karstifikasi (pelarutan batuan) dan terlepasnya karbon ke udara.


Hilangnya vegetasi berarti mengurangi tangkapan air yang akan melarutkan batuan. Hilangnya seresah berarti mengganggu proses pembentukan tanah.


Hilangnya batuan karbonat berarti menghilangkan bahan baku karstifikasi. Efek dominonya berdampak pada kelestarian lahan basah karst, kepunahan biodiversitas, dan peningkatan emisi karbon.


Di beberapa lokasi, hal ini terkait dengan ketahanan pangan berupa persediaan air untuk lahan pertanian.


Oleh karena itu melindungi kawasan karst sudah sepatutnya dilakukan. Komitmen pemerintah menetapkan status kawasan bentang alam karst dan geopark dapat didukung dengan aksi lain.


Misalnya pengusulan situs Ramsar untuk karst bawah tanah yang sudah terpetakan secara lengkap meliputi morfologi, hidrologi, beserta keragaman hayati. Disini diperlukan peran para ilmuwan, akademisi, maupun pemerhati yang konsisten melestarikan karst.


Indonesia sebagai salah satu negara peratifikasi konvensi tersebut berhak mengusulkan lahan basah karst sebagai situs Ramsar melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Situs ini tidak dibatasi untuk kawasan konservasi saja.


Contohnya hutan mangrove Ujungpangkah, Gresik yang diajukan tahun 2021.


Lahan basah karst akan menambah keragaman ekosistem 7 situs Ramsar di Indonesia berupa danau, rawa dan mangrove (https://rsis.ramsar.org/).


Dengan status terlindungi, maka manfaat berupa sumber air, keseimbangan hayati, serta penyimpan karbon anorganik terbesar dapat terus dinikmati makhluk hidup.


Sumber...Kompas.com